Banyak yang mengatakan bahwa jika harga minyak naik maka nilai dari dolar AS akan turun. Namun tahukah Anda apa hubungannya antara kedua aset ini?
Dan kenapa nilai dari dua aset tersebut memiliki korelasi negatif? Jika kita melihat ke masa lalu, ada beberapa “peristiwa” yang cukup mengejutkan pasar keuangan terkait harga minyak.
Pada materi ini kita bahas sedikit ringkas tentang sejarah korelasi minyak dengan mata uang dolar AS.
Krisis minyak tahun 1973
Pada tahun 1973, harga minyak melonjak sebesar 134%. Kenaikan tersebut terjadi ketika anggota OAPEC (OPEC + Mesir dan Suriah) memutuskan untuk tidak lagi mengirimkan atau menjual minyak ke negara-negara yang mendukung Israel ketika terjadi konflik dengan Suriah dan Mesir. Tindakan ini tentu saja menutup jalur ekspor ke AS, Eropa Barat dan juga Jepang.
Akibatnya harga minyak naik secara drastis dikarenakan ancaman berkurangnya pasokan minyak global.
Di sisi lain, pada waktu yang sama negara OPEC seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Abu Dhabi, Kuwait, dan Qatar secara sepihak menaikan harga minyak sebesar 17% dan juga mengumumkan bahwa mereka akan melakukan pemangkasan produksi setelah bernegosiasi dengan perusahaan-perusahaan minyak.
Ketika “peristiwa” ini terjadi, indeks dolar AS (Greenback) menguat cukup tinggi namun beberapa saat langsung merosot tajam.
Pada saat itu Federal Reserve sedang berusaha mengurangi tekanan inflasi dan menaikan suku bunga. Lonjakan harga minyak mentah yang memperburuk “kebutuhan” AS atas minyak, memaksa The Fed untuk menaikan tingkat suku bunga dan dana Fed dari 7,5% ke 13% di tengah kondisi ekonomi yang menurun.
Antara kuartal ketiga 1973 sampai kuartal pertama 1975, pertumbuhan GDP AS mengalami kontraksi sebanyak 5 dari 7 kuartal. Di tengah kondisi ekonomi yang menurun, dolar AS terus mengalami aksi jual dan turun tajam.
*Data diambil St Louis Federal Reserve (Korelasi indeks Dolar dengan harga Minyak)
Krisis Minyak 1979
Krisis minyak yang kedua pada tahun 1979 yang dipicu oleh adanya revolusi Iran dan diperburuk dengan minimnya pasokan minyak global.
Lagi-lagi OPEC menaikan harga sebesar 14,5% pada tanggal 1 April 1979 dibarengi dengan Departemen Energi AS yang mengumumkan mengurangi harga minyak secara bertahap serta mengurangi acuan harga minyak yang lama.
Tak lama kemudian, OPEC menaikan harga untuk kedua kalinya sebesar 15%, diikuti dengan AS yang menghentikan impor minyak dari Iran dan juga dibarengi ketika Kuwait, Iran dan Libya memangkas produksi.
Arab Saudi juga akhirnya menaikan harga minyak mentah di pasar komoditas menjadi $24 per barel.
Karena hal tersebut, harga minyak mentah melonjak sebesar 118% antara bulan Januari sampai Desember 1979.
Reaksi pasar terhadap dolar AS saat itu sangat mirip dengan reaksi yang ditunjukan pada harga greenback di tahun 1973.
Dolar AS di awal tahun menguat cukup tajam lalu kemudian merosot sangat dalam seiring dengan kekhawatiran terhadap harga minyak.
Pada saat itu Federal Reserve menaikan suku bunga untuk mengurangi tekanan inflasi dan mengimbangi harga minyak yang membebani kenaikan suku bunga terhadap ekonomi AS.
Pada tahun 1979, The Fed menaikan suku bunga dari 10% menjadi 14% dan pada Maret 1980, suku bunga Fed mencapai level tertingginya, yaitu di tingkat 20%. Pertumbuhan GDP turun 7,8% di kuartal kedua pada tahun itu, memicu kemerosotan pada nilai tukar dolar.
Lonjakan Harga Minyak 1990
Antara bulan Juni sampai Oktober 1990, harga minyak melonjak sebesar 113% akibat Perang Teluk pertama. Yang menarik di sini adalah ketika pasar bereaksi ganda terhadap pergerakan dolar AS.
Yang pertama adalah ketika lonjakan harga minyak yang cepat, dolar melemah sepanjang 6 bulan setelah menguat karena didorong oleh kebijakan moneter The Fed.
Berbeda dengan kejadian krisis minyak tahun 1973 dan 1979, kemudian The Fed mulai memangkas suku bunga sebelum terjadi lonjakan harga minyak dan terus menurunkan suku bunga sepanjang tahun 1990 sampai 1991.
Pada saat itu nilai tukar dolar sudah melemah sebelum terjadi lonjakan harga minyak karena adanya pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan The Fed.
Pasar menganggap bahwa menurunnya nilai dolar akibat cepatnya tindakan The Fed dalam mengantisipasi korelasi negatif terhadap lonjakan harga minyak, sehingga hasilnya nilai dolar tidak turun terlalu dalam.
Meski begitu, dolar tetap melemah dikarenakan pertumbuhan GDP yang melambat dan tetap stagnan pada kuartal ketiga 1990, dan turun sebesar 3% pada dua kuartal berikutnya.
Kenaikan Harga Minyak 2007-2008
Karakterisitk kenaikan harga minyak yang terjadi pada tahun 2007-2008 hampir mirip dengan lonjakan harga minyak pada tahun 1990. Oleh karena itu pada tahun ini pasar lebih memahami proyeksi nilai dolar yang melemah meski pada saat itu laju inflasi meningkat stabil.
Federal Reserve secara konsisten telah memangkas suku bunga, dan kebijakan moneter yang dilakukan The Fed cenderung lebih mengontrol pergerakan dolar ketimbang spekulasi dari pasar.
Pada saat itu The Fed dianggap mampu mengontrol nilai dolar dari dampak kenaikan harga minyak.
Para pelaku pasar pada dasarnya tidak terlalu percaya bahwa The Fed akan mulai menaikan suku bunga pada saat itu karena lonjakan harga minyak.
Di sisi lain, ada “gelembung” di pasar properti yang mengakibatkan perekonomian AS terancam pada resiko resesi.
Pada periode ini kenaikan harga minyak sedikit mempengaruhi nilai dolar, namun pasar lebih fokus terhadap krisis yang terjadi di AS yang mengakibatkan banyaknya lembaga keuangan dan bank-bank besar mengalami kerugian bahkan bangrkut.