Perlu Anda ketahui, pemerintah di setiap negara juga melakukan trading di pasar forex. Namun tunggu dulu, yang kami maksud melakukan trading bukan seperti yang Anda bayangkan.
Pemerintah ikut bagian di pasar forex dengan tujuan mengintervensi nilai tukar mata uang dari negara asal. Lalu kenapa pemerintah melakukan intervensi di pasar forex ? Bukankah forex tidak bisa dikendalikan oleh siapa saja ? Apa maksud pemerintah melakukan intervensi ? Mencari keuntungan sama seperti trader ?
Mari kita bahas di artikel ini mengapa pemerintah ikut ambil bagian dalam pergerakan di pasar forex dengan melakukan intervensi secara langsung maupun tidak.
Khawatir Mata Uang Akan Bergerak Terlalu Lemah
Mengapa pemerintah khawatir mata uangnya terlalu lemah? Bukankah mata uang yang lemah memberikan kelebihan dan memudahkan bagi suatu negara untuk sektor ekspor ?
Ya, memang nilai mata uang yang stabil atau bahkan lebih rendah dari mata uang lainnya dapat memberikan keuntungan bagi sektor ekspor. Namun, jika nilai tukar mata uang terlalu lemah maka pemerintah akan mulai khawatir tentang ketidakstabilan nilainya di masa mendatang. Bisa jadi jika terus melemah tanpa kendali akan membahayakan perekonomian nantinya. Seperti halnya ketika Anda naik kendaraan di jalan menurun tanpa memegang rem. Tentu saja jika Anda tidak lekas memegang kendali dan memegang rem maka Anda akan mengalami kecelakaan di ujung jalan.
Selain itu, pemerintah di negara lain yang mata uangnya lebih kuat juga mulai khawatir ketika mata uang suatu negara menjadi terlalu lemah. Akan terjadi ketimpangan yang sangat jelas dan akan berdampak pada kestabilan ekonomi global.
Mari kita bahas lebih dalam masalah ini dengan mengambil contoh dari kesepakatan dari Louvre Accord. Louvre Accord ? Apa itu ?
Louvre Accord adalah sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh Amerika Serikat, Perancis, Jerman Barat, Jepang, Kanada dan Inggris pada tanggal 22 Februari 1987 di Paris. Perjanjian ini berisi kesepakatan untuk tujuan menstabilkan pasar forex dan mengentikan penurunan nilai tukar dolar AS. Deflasi dolar di pasar forex saat itu terjadi selang beberapa saat ketika disahkan perjanjian Plaza Accord.
Baca : Perjanjian Plaza Accord
Sebelum disepakati perjanjian Louvre Accord, negara-negara tersebut (kecuali Kanada) telah membuat perjanjian yang disebut Plaza Accord pada 22 September 1985. Perjanjian Plaza Accord sebenarnya membantu Amerika Serikat mengurangi defisit perdagangannya dengan Eropa Barat, namun tidak halnya dalam mengatasi defisit perdagangan AS dengan Jepang.
Kerugian dari perjanjian Plaza Accord ini adalah dimana negara-negara Eropa Barat yang sedang mencoba membangun kembali roda perekonomiannya ‘terpaksa-membantu’ perekonomian Amerika Serikat yang sebenarnya lebih rentan dan lemah.
Jika dilihat dari sisi kestabilan ekonomi global, dolar AS yang lebih lemah nilainya seakan-akan lebih membebani kerjasama perdagangan saat itu. Ketika nilai tukar dolar melemah, maka konsumen Amerika Serikat tidak dapat (terbatas) dalam mengimpor barang dan jasa dari Eropa Barat, dan hal itu tentu merugikan roda perekonomian Eropa Barat.
Jadi setelah 17 bulan disepakati perjanjian Plaza Accord yang tidak memberikan hasil ‘win-win-solution’, maka dibuatlah perjanjian baru bernama Louvre Accord yang dianggap memberikan dampak lebih positif bagi negara-negara yang bersangkutan serta meminimalisir perekonomian global dari resiko krisis.
Baca : Perjanjian Louvre Accord
Contoh Intervensi di Pasar Forex
Pada jangka waktu tahun 2000 – 2013, sering sekali dijumpai bank-bank sentral melakukan intervensi secara langsung maupun tidak di pasar forex. Contohnya saja adalah bank sentral euro (ECB) yang melakukan “kerjasama” dengan Federal Reserve (FED) dalam melakukan intervensi di pasar forex dengan tujuan menstabilkan nilai tukar euro yang terus melemah.
Kembali ke masa lalu, Euro yang baru saja diluncurkan pada tahun 1999 menjadi salah satu mata uang yang paling diminati saat itu. Bagaimana tidak dalam kurang dari beberapa tahun setelah pertama kali beredar secara publik, nilai tukar euro bahkan mampu lebih tinggi dibanding dengan dolar AS.
Sebelum menjadi mata uang yang diminati, euro sempat melemah cukup tajam. Nilai tukar euro yang terdepresiasi ini membuat kecewa para negara anggota Uni Eropa dan pelaku pasar yang terlalu berharap euro mampu menggantikan atau setidaknya bertahan menyaingi dolar AS di pasar global.
Pada 22 September 2000, Bank Sentral Eropa memutuskan untuk terjun dan melakukan intervensi di pasar dan mencoba kembali mengangkat nilai euro dengan cara membeli euro di pasar keuangan. Beberapa minggu kemudian, pada tanggal 3 November 2000, ECB melangkah lagi dan turun tangan dengan cara yang sama. Banyak ekonom yang mengatakan bahwa langkah ini merupakan intervensi paling aktif dan agresif yang dilakukan oleh bank sentral besar pada saat itu.
Selang beberapa saat pada tanggal 8 November 2000, Federal Reserve terjun ke dalam pasar dan juga membeli euro sesuai kesepakatan dengan ECB sebelumnya. Tindakan intervensi secara langsung inilah yang pada akhirnya menstabilkan nilai euro dan membuat euro menjadi salah satu mata uang paling diminati di pasar forex hingga saat ini.
Sebagai Patokan Mata Uang Antar Negara
Beberapa pemerintah seperti China, Hong Kong, Arab Saudi, Denmark, dan lainnya mematok mata uang mereka ke mata uang lain seperti dolar AS atau euro dalam upaya mempertahankan tingkat stabilitas saat mereka beroperasi di pasar keuangan global.
Mematok nilai mata uang ke mata uang lain memerlukan intervensi secara langsung dan terus menerus di pasar Forex.
Ketika permintaan untuk mata uang yang dipatok naik, pemerintah akan segera merespons dengan meningkatkan pasokan mata uangnya dengan cara menjual atau menciptakan lebih banyak mata uang jika ingin memastikan bahwa harga tetap stabil bagi mata uangnya. Sebaliknya, ketika permintaan terhadap mata uang yang dipatok turun, pemerintah akan mengintervensi dengan cara mengurangi pasokan mata uangnya dengan cara membeli atau mengurangi mata uang asal negaranya jika ingin memastikan harganya tetap stabil.
Baca : Prinsip Dasar Peredaran Uang (Money Supply)
Sebagai contoh negara China, yang memiliki salah satu mata uang utama di dunia. Pemerintah China sudah sejak lama untuk mematok nilai renminbi China (yuan) terhadap nilai dolar AS. Seiring waktu pemerintah China mengeluarkan kebijakan baru dengan menambah patokan yuan terhadap mata uang utama lainnya seperti euro, yen Jepang, dan sebagainya. Ketika resiko krisis mengintai, kebijakan ini sempat mendapat tekanan dimana-mana dan dianggap dapat membebani perekonomian dunia. Negara-negara lain mendesak pemerintah China untuk segera melakukan revaluasi yuan namun pemerintah China tetap mempertahankannya.
Bagaimananpun juga jika melihat dari sejarah dan ‘track record’ nya, yuan dianggap masih belum cukup mampu untuk bertahan di pasar forex yang diperdagangkan secara mengambang.
Cukup sudah contoh-contoh intervensi yang dilakukan pemerintah maupun bank sentral di pasar forex. Jadi sebagai retail trader apakah Anda sudah siap dengan kemungkinan-kemungkinan adanya intervensi pemerintah yang membuat harga bergerak ‘tak-karuan’.
Anda tak perlu merasa ‘minder’ dan berpikir bahwa pasar forex hanyalah tempat khusus bagi para pelaku dengan modal yang sangat besar. Atau Anda takut ketika harga bergerak tak sesuai dengan yang diharapkan karena adanya intervensi dari para pemain-pemain besar ini ?
Well, yang perlu Anda lakukan hanyalah duduk manis melihat pergerakan harga yang sangat kuat ketika ada peristiwa intervensi ini dan selalu update berita atau informasi dari bank-bank sentral. Jangan paksakan diri Anda berandai-andai untuk ikut terjun ke pasar jika tidak mengerti maksud dan tujuan dari intervensi tersebut.
Sekian untuk artikel kali ini, jika Anda ingin melihat sejarah dari intervensi-intervensi dari bank sentral maupun pemerintah, silahkan baca artikel Sejarah Intervensi Pemerintah & Bank Sentral di Masa Lalu.